Home
Akuntansi – The Language of Business

Akuntansi – The Language of Business

Ayah Saya memiliki toko kelontong kecil di dusun yang kalau ‘kulakan’ barang dagangan mengambil dari toko Ayun yang dikelola oleh seorang keturunan tionghoa, waktu itu saya yang kebetulan diajak oleh Ayah untuk berbelanja merasa heran, saat melihat Ko Ayun (sebut saja namanya begitu) yang menulis angka penjualan barangnya. Ketika ayah Saya membeli gula senilai Rp. 100.000 , di kertas Ko Ayun cuma ditulis Rp 5.000, terus ketika beli barang lain senilai Rp 20.000, di kertas cuma ditulis Rp 2.000 begitu seterusnya pada item lain. Kertas catatan ini bukan merupakan nota penjualan tetapi catatan tersendiri buat Ko Ayun. Akhirnya saya minta ayah untuk menanyakan hal tersebut, setelah belanja usai dan barang sudah di cek ulang, ayah Saya kemudian bertanya. “Ko, kok nulisnya gitu, yang ditulis itu apanya?”. Ko’ Ayun terdiam sejenak, namun akhirnya pertanyaan itu dijawab dengan detail. Angka yang ditulis oleh Ko Ayun, merupakan keuntungan yang dia dapatkan dari setiap penjualan, artinya dari Rp 100.000 maka keuntungannya adalah Rp 5.000. Saat menutup toko malam hari, semua angka-angka yang dicatat tersebut kemudian dikalkulasikan. Katakanlah jumlah yang didapat Rp 50.000 hari itu, maka pada malam itu Ko Ayun hanya akan mengambil Rp 50.000 dari laci uang untuk dibawa pulang. Ko Ayun kemudian menambahkan, bahwa dari keuntungan hari itu, maka 20% dialokasikan untuk makan keluarga dan kebutuhan sehari – hari, 20% ditabung khusus untuk peningkatan modal atau kebutuhan mendadak, 50% ditabung untuk investasi (properti) dan 10% untuk persembahan gereja.

 

Ayah Saya kemudian bertanya kembali, “kenapa harus ditulis tiap transaksi? Kan lebih mudah kalau direkap setiap minggu atau per bulan?”. Ko Ayun kemudian mengatakan bahwa dirinya bukan orang yang pintar, jadi nanti pasti bingung dan rancu mana modal usaha dan mana keuntungan. Menulis setiap kali transaksi adalah pilhan terbaik, karena bisa tahu benar berapa keuntungan toko hari itu, dan berapa yang bisa dibelanjakan untuk makan esok paginya. Dia juga menjelaskan bahwa kalau keuntungan tidak cukup untuk beli ikan maka sekeluarga akan makan dengan tempe saja, atau mungkin kecap saja sehari besok. Sebaliknya jika keuntungan hari ini banyak maka besok akan makan enak sampai 20% keuntungan itu. “Hidup harus bisa prihatin tapi juga harus bisa menikmati pada waktu yang tepat” imbuhnya. “Jadi modal saya ya tetep modal, tidak boleh kemakan karena toko harus tetap buka dan modal ditambah setiap kali dibutuhkan, karena harga barang barang pasti naik karena inflasi” demikian Ko Ayun menjelaskan.

 

Mendengar kisah diatas tentu Kita akan mengkerutkan kening, betapa sederhananya cara berpikir yang dimiliki Ko Ayun. Cerita diatas adalah pengalaman masa kecil seorang pemerhati ilmu akuntansi Danton Prabawanto yang ditulis dalam blog yang dikelolanya. Danton menjelaskan, apa yang dilakukan oleh Ko Ayun adalah sebuah sistem akuntansi sederhana yang hanya mengedepankan 2 hal, yakni mengetahui jumlah profit dan kedisiplinan. Pola pikir ini memang tidak umum, dimana orang biasanya langsung memandang omzet usaha sama dengan income. Cara berpikir yang sederhana ini, bukan hanya tetap membawa toko Ayun buka sampai hari ini, tapi juga menjadi salah satu toko terbesar di daerah tersebut. Dengan kalkulasi sederhana bahwa pengembangan keuntungan untuk kenaikan modal toko disisihkan 20% waktu itu, saat ini telah menjadi sebesar toko-nya sekarang. Maka tentunya properti yang dulu porsinya 50% dari keuntungan, juga pasti telah berkembang. Sistem Akuntansi sederhana ini hanya bisa berjalan dalam kedisiplinan, tanpa disipin maka sistem ini sama sekali tidak akan bekerja.

Leave a Comment

*

*