“Wealth is how much you accumulate, not how much you spend”
Saya belajar mengenai compounding interest kurang lebih 8 tahun yang lalu. Sebelumnya sudah tahu sih mengenai konsep bunga berbunga. Cuma tidak menyadari how powerful the concept is.
Ketika itu saya di BPR Lestari membuat produk SIKAYA.
SIKAYA adalah produk yang mengadopsi the power of compounding interest. Sebuah produk tabungan, yang pemilik tabungannya mengangsur menabungnya (installment saving). Setiap bulan tanpa putus selama jangka waktu tertentu. Jangka waktunya kalau bisa selama mungkin, sepanjang mungkin. Lebih lama lebih baik hasilnya.
Saya sendiri membuka 5 rekening SIKAYA. Atas nama saya, istri dan 3 anak saya. Setiap bulan sejak 2003 saya mulai mencicil menabungnya, 500 ribu setiap bulan untuk masing-masing rekening. Menabungnya dipotong dari gaji saya. Jadi hampir tidak pernah terlewat setiap bulannya.
Beberapa tahun kemudian karena income saya bertambah, saya naikkan cicilannya menjadi 1 juta. Dan beberapa tahun yang lalu seiring dengan naiknya income saya, cicilannya menjadi 2 juta sebulan.
Akhir tahun lalu, saya iseng menjumlahkan saldo kelima rekening itu. Hasilnya lumayan, 1,2 Milyar.
1,2 Milyar dalam kurun 8 tahun, dari cicilan tabungan yang kalau saya tidak lakukan juga akan habis dikonsumsi.
Tapi sayang, produk SIKAYA tidak berhasil-berhasil amat. Produk yang menurut saya sangat baik dan bermanfaat bagi siapa saja yang concern dengan masa depan, yang ingin pensiunnya kaya, yang ingin wealth, ternyata tidak begitu berhasil.
Ternyata sebagian terbesar masyarakat kita berpikirnya jangka pendek.
Di-lain pihak JUMBO tabungan yang baru saya launch tahun ini, yang memberikan hadiah, sukses besar. Ternyata sebagian terbesar masyarakat kita inginnya instant.
Produk kredit yang mencicil barang-barang konsumsi, motor, mobil, handphone, panci, sukses besar. Kartu kredit sukses besar. Ternyata sebagian terbesar inginnya belanja. Sebagian terbesar masyarakat inginnya gaya, bukan kaya.
Wealth is how much we accumulate, bukannya how much we spend.
Anak saya, Samantha protes ketika saya bilang begitu. Dia bilang, buat apa uangnya dikumpulin terus, kalau bukannya buat belanja. Hmm, she got the point. Saya bilang, uangnya sebagian ada yang dibelanjakan, sebagian ada yang diakumulasikan. Jadi dibagi-bagi. Tidak semuanya dibelanjakan.
Nah nanti kalau akumulasi tabungannya sudah cukup banyak, bisa digunakan buat investasi yang lain. Investasi-nya nanti memberikan passive income. Sehingga suatu ketika lebih banyak uangnya yang bekerja buat kita daripada kita yang bekerja mencari-cari uang.
Sampai disini, I lost her. Dia mulai kebingungan. Oke, no worry girl, next time when you’re older. Sekarang terima aja dulu ya…
Kawan-kawan muda sekalian, dalam membangun wealth, kata kuncinya adalah investasi dan akumulasi.
Tanpa investasi tidak akan tercipta wealth. Kita tidak mungkin panen kalau tidak menanam.
Ada beberapa kendaraan investasi yang bisa kita pilih. Menabung di bank dalam bentuk SIKAYA dan deposito adalah salah satunya. Investasi di bank ini yang paling sederhana, dan bisa dilakukan oleh semua orang. Hasilnya-pun enggak jelek-jelek amat. Saya bisa mengumpulkan 1Milyar lebih dalam 8 tahun.
Membeli surat berharga (stock and bond) boleh juga. Waktu kuliah dulu (1992), 20 tahun yang lalu, saya sempat membeli saham INCO. Saya tidak tahu saham apa itu, Cuma ikut-ikutan aja. Belinya cuma 100 saham, kalau tidak salah 900 ribu waktu itu belinya. Ketika BEJ menetapkan bahwa perdagangan saham minimal lotnya adalah 500 saham, saham INCO saya itu jadinya tidak bisa diperjual belikan.
Kemarin ini dengan dibantu Pak Pande, agent saya di Panin Sekuritas, ternyata 100 saham INCO saya itu, setelah stock split berkali-kali, sekarang menjadi 4000 saham. Nilainya 14 juta-an. Lumayan juga ya. Kalau waktu itu belinya 100 juta sekarang sudah 1,5Milyar.
Membangun bisnis adalah pilihan investasi favorit saya. Hasilnya lebih cepat, namun tingkat kesulitannya berbeda. BPR Lestari didirikan 12 tahun yang lalu dengan modal pertama 500 juta. Dan sempat ditambah modalnya menjadi 4 Milyar. Kini modalnya sudah 60 Milyar. Dan tahun 2012 ini, diharapkan equitynya mencapai 100 Milyar. Value-nya mungkin 3 kali atau 3,5 kali lipat dari itu.
Properti adalah pilihan investasi favorit saya kedua. Properti lebih stabil dan tak kalah menguntungkan. Properti juga adalah investasi yang bisa leveraged. Namun berinvestasi di property juga membutuhkan keahlian tersendiri.
Emas dan Logam mulia tidak memberikan cash flow namun harganya terapresiasi. Jadi investasi di emas dan logam mulia, buat saya adalah pertahanan terhadap inflasi. Keunggulan emas adalah ia likuid.
Masing-masing kendaraan investasi di atas karakteristiknya berbeda-beda. Menabung di bank paling mudah dilakukan, resikonya kecil, namun returnnya tidak seberapa. Membangun bisnis jika berhasil memberikan return yang paling besar, namun sangat dinamis dan tingkat kesulitannya tinggi. Properti lebih stabil namun tidak likuid. Emas, likuid namun tidak memberikan cash-flow.
Pilih satu atau pilih dua. Jika mampu pilih keempatnya. Ini yang saya sebut sebagai power investing. Berinvestasi di empat kendaraan investasi, dan bisa bermanuver di antaranya.
Kata kunci kedua adalah akumulasi. Diperlukan waktu agar segala sesuatunya tumbuh. Tidak ada yang instant. Biarkan waktu menjadi teman kita yang membuat investasi kita bertumbuh.
Dan satu lagi, harus ada yang di-reinvestasikan, sehingga nilai investasi kita bertambah besar, dan tanpa kita sadari suatu hari nanti menggulung bagai bola salju dan tak bisa kita hentikan lagi.
Jadi, ingin kaya atau ingin gaya ?
Kalau saya, kaya dulu baru bergaya.
Leave a Comment